Bawang Merah Topo, VUL Malut yang Berpotensi

02.00.00

Bawang Merah Topo, VUL dari Tidore, Maluku Utara


Mulai tahun 2014 ini, Dinas Pertanian Prov. Malut, BPTP, Bank Indonesia dan Pemda Haltim bersepakat dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU) untuk mulai membangun sistem perbenihan dan perluasan areal tanam bawang Topo. Saat ini usaha tani bawang merah Topo sudah mulai menyebar di Kecamatan Wasile Timur. Disamping harganya yang stabil, varietas ini juga mudah untuk dibudidayakan, tahan penyakit, dan mudah penanganan pasca panennya karena daunnya tidak mudah layu. Supriyadi, petani bawang Desa Tutuling Jaya mengatakan usaha tani bawang merah Topo ini sangat menguntungkan. Bahkan saat sehabis lebaran kemarin, harganya bisa mencapai 75.000/kg sehingga hasil penjualannya bisa dia gunakan untuk memperbaiki rumahnya, ujarnya. Lain halnya dengan Mulyono, Ketua Gapoktan Ora et labora, dia lebih bergerak pada usaha penangkaran benih. Bekerjasama dengan UPBS BPTP Malut, dia lebih senang menyediakan sumber benih bagi petani bawang merah. Saat ini harga benih bawang merah mencapai 50.000/kg. Permasalahan yang dia hadapi adalah daya simpan benih bawangnya kurang dari 2 bulan, pada hal masa dormansi benih bawang juga 2 bulan sehingga dia harus segera memasarkan benihnya saat patah dormansi. BPTP Malut mulai mengembangkan penyimpanan benih spesifik lokasi, yaitu penyimpanan benih bawang di dapur dengan dibuat para-para yang diletakkan diatas tungku sehingga seakan-akan benih bawang merah mendapat perlakuan pengasapan. Selain itu, untuk memperpanjang daya simpannya hingga 3-4 bulan, maka penggunaan pupuk N perlu dikurangi dan diperbanyak dosis SP-36 sebesar 250 kg, KCl 100 kg, dan NPK 600 kg. Bawang Topo mengalami susut dari bobot basah menjadi bobot kering rata-rata sebesar 40-44%.

Bawang merah Topo punya nilai historis yang lekat dengan masyarakat Tidore, Maluku Utara. Bahkan bawang ini dijadikan simbol kebanggaan masyarakatnya.

Budidaya bawang varietas lokal ini telah dilakukan sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Mereka menanamnya di lereng-lereng terjal dengan kemiringan lebih dari 35%.

Saat itu, produktivitasnya hanya berkisar antara 1-3 ton/ha. Setelah BPTP Maluku Utara berkiprah di sana, melalui berbagai kegiatan pengkajian VUL (varietas unggul lokal) dan introduksi teknologi, produktivitas bawang Topo dilaporkan dapat mencapai 12 ton/ha. Sungguh, itu adalah sebuah inovasi yang dinanti.

Introduksi teknologi yang dilakukan adalah menggunakan pupuk dasar, yaitu pupuk kandang sapi 15-20 ton/ha atau kotoran ayam 5-6 ton/ha atau kompos/petroganik 2,5-5 ton/ha, dicampur dengan TSP 150-200 kg/ha. Kemudian pupuk susulan yang dibutuhkan adalah Urea 150-200 kg/ha, KCl 200-300 kg/ha, dan ZA 400-500 kg/ha.

Pengendalian hama penyakit dilakukan secara terpadu berdasarkan ambang kendali, menggunakan SeNPV. Panen bawang merah Topo dilakukan pada umur 83-90 HST.

Untuk menghasilkan umbi besar-besar (diameter umbi 2,96 cm dengan berat umbi 10,7gr), didapat dengan kombinasi pupuk kandang ayam 6,5 t/ha diberikan setelah penanaman di palur tanam dengan penambahan pupuk Urea 200kg/ha, SP-36 150kg/ha, dan KCl 300 kg/ha. Umbi kecil yang merupakan hasil budidaya petani Topo rerata diameter 1,47cm dengan berat per umbi 2,4 gr. 

Potensi hasil sebagai dampak dari teknologi peningkatan produktivitas tersebut mencapai 10,8-16,4 t/ha. Capaian produktivitas ini jauh di atas rerata produktivitas petani di Maluku Utara yang masih berkisar 2,11t/ha kering komersial. Bahkan dapat menjadi pesaing produktivitas varietas-varietas nasional seperti Kramat-1 (8-25,3 t/ha), Kramat-2 (6-22,67 t/ha), Kuning (6-21,39 t/ha).

You Might Also Like

0 komentar