Isu Beras Organik ‘Kafir’: Murni Hoax, Ini Klarifikasi Tiga Pastor Keuskupan Surabaya
01.00.00
Sepanjang hari Selasa tanggal 23 Mei 2017 ini, tiba-tiba muncul ‘informasi’ yang secara sekilas memberi kesan menyentuh hati, tapi isinya sangat menyesatkan alias hoax. Intinya, informasi kabar bohong itu mengatakan ada kelompok orang yang sulit memasarkan produk beras organiknya karena terkena labeling ‘kafir’.
Lalu ada permintaan mendesak agar kelompok dan komunitas katolik agar bersedia membantu ikut memasarkannya karena limpahan produk besar organik ‘kafir’ ini menjadi tidak laku dan tidak ada peminatnya.
Entah siapa yang membuat, namun informasi menyesatkan ini sudah telanjur muncul dan berkembang liar di banyak jalur grup wa. Barulah beberapa jam kemudian, informasi itu benar-benar memang telah menyesatkan pikiran publik dan masuk kategori hoax alias informasi palsu.
Keterangan Romo Vikep Madiun
Berikut ini konfirmasi dari Vikep Madiun Romo Boedi Prasetyo Pr saat memberi keterangan sekaligus klarifikasi tentang sebaran informasi menyesatkan tersebut.
Materi ‘informasi’ dan konten pesannya sama sekali tidak berdasarkan fakta, melainkan hasil karangan penulisnya sendiri –entah siapa.
Beras-beras organik baik yang putih maupun merah itu hasil produksi petani lokal di kawasan Wates, Tulungagung, Jawa Timur.
Produk beras-beras organik itu hasil karya para petani lokal yang semuanya justru tidak ada yang katolik.
“Yang mendampingi para petani lokal di Tulungagung adalah Romo Herman, imam diosesan Keuskupan Surabaya. Ia pernah berkarya di sana selama enam tahun dan menjadi pastor rekan saya di Tulungagung. Kemudian, saya pindah tugas pastora ke Madiun dan Romo Herman pindah ke Paroki St. Stefanus Tandes delapan bulan lalu di Surabaya,” katanya dalam wawancara telepon dengan Sesawi.Net.
Klarifikasi dari tokoh pelaku pendampingan petani organik
Berikut ini keterangan sekaligus klarifikasi yang diberikan Romo Herman Pr kepada Redaksi Sesawi.Net melalui jalur telepon langsung dari Madiun.
Romo Herman adalah pelaku pendampingan petani organik Tulungagung, Jatim, ketika ia bertugas pastoral sebagai pastor paroki di kota ini selama enam tahun terahir (2010-2016) sebelum akhirnya pindah tugas di Paroki Madiun mulai tahun 2017 ini.
Yang kami produksi bersama ratusan petani lokal di Tulungagung itu adalah beras organik putih dan merah.
Semua beras putih dan merah itu merupakan hasil produk pertanian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Harapan Makmur yang dia dampingi bersama Ibu Ratna, aktivis pertanian dan pemberdayaan serta umat katolik Paroki Tulungagung.
Ketua Gapoktan Harapan Makmur adalah Bapak Budiono. Ia pernah dikirim oleh Keuskupan Surabaya dalam sebuah event internasional di India mewakili PSE Keuskupan Surabaya.
Yang dilakukan Romo Herman bersama Ibu Ratna dan Gapoktan Harapan Makmur antara lain membeli gabah dengan harga lebih tinggi dari harga pasar dan kemudian ikut memasarkan hasil produk pertanian organik ini kepada konsumen yang membutuhkannya. “Awalnya, kami memasarkannya melalui sistem gethok tular dan door-to-door Siapa yang percaya dengan saya, ya akhirnya mereka bersedia membeli beras-beras organik dari para petani hasil pendampingan Gakpoktan Harapan Makmur ini,” kata Romo Herman Pr di ujung sambungan telepon dari Madiun.
Bulan April 2017 lalu ada pertemuan antar para penggerak PSE keuskupan-keuskupan se-Regio Jawa. Pada pertemuan tersebut, kata Romo Herman kepada Sesawi.Net, ada pembeli potensial yang sudah menyanggupi akan membawa produk pertanian beras organik ini sebanyak 500 kg untuk kemudian dibawa dan dipasarkan di Jakarta.
Berita hoax ini pertama-tama muncul di Tulungagung, ketika Romo Herman mendapat kiriman informasi yang menyesatkan itu dari seorang rekan PSE di Paroki Tulungagung. “Ia hanya meneruskan informasi sesat tersebut kepada saya. Bukan dia yang menuliskannya tapi pihak lain,” kata Romo Herman.
Bapak penggiat PSE di Tulungagung ini, demikian kata Romo Herman, mengaku mendapat kiriman hoax tersebut dari temannya. Sang teman ini juga mendapatkan berita hoax dari temannya lagi sehingga mengarah pada satu nama.
“Saya sempat mengontak pihak tersebut dan dia mengaku mendapat kiriman informasi sesat ini dari orang lain lagi. Keduanya orang Jakarta; mereka itu bukan orang katolik melainkan kelompok denominasi lain,” jelas Romo Herman.
Bukan hal baru bagi Romo Boro Pr di Ponorogo
Soal isu ‘beras kafir’ itu sebenarnya bukan hal baru di tlatah Kevikepan Madiun, Keuskupan Surabaya. Demikian keterangan Romo Skolastikus Agus “Bowo” Wibowo Pr, imam diosesan (praja) Keuskupan Surabaya, Jatim, yang sudah berkarya 10 tahun lebih di Paroki St. Hilarius Klepu, Ponorogo, Jatim.
Jauh sebelum isu hoax yang beredar di jalur medos hari ini, kata imam tahbisan tahun 2007 asal Kediri ini, “Saya sudah sering menerima kabur-kabur semacam itu.”
Hal ini tak mengherankan baginya, karena bersama jaringan petani lokal di Ponorogo selama lebih 10 tahun ini, Romo Bowo juga memproduksi beras organik berlabel Klepu Wangi. “Itu produk pertanian organik hasil olahan Sekolah Pamong Tani di Ponorogo,” jelasnya.
Bersama para petani binaannya di Ponorogo, Romo Bowo juga memproduksi pupuk organik bernama Kosarin alias kotoran sapi urin.
Sudah jelas bagi kita semua, informasi tentang ‘beras kafir’ itu murni hoax dan tidak perlu disebarkan lagi. Kalau kita terima kabar bohong tersebut, simpan untuk sendiri dan langsung dibuang saja. Jangan lagi latah menyebarkan kabar-kabur yang belum jelas kebenarannya.
0 komentar