Hari Peringatan Reformasi: Meski Telah Sampai, Namun Belum Usai

01.00.00



21 Mei selama ini dikenal sebagai hari peringatan reformasi, peringatan tersebut mengacu pada peristiwa besar di Pemerintahan Republik Indonesia pada 1990-an silam. Tentu keberadaan peringatan reformasi ini selalu mendapat respon dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya adalah dengan mengkritisi kekurangan saat ini agar semakin paham bahwa meski telah sampai di era reformasi, bukan berarti perjuangan itu telah usai.

Awal terjadinya reformasi di Indonesia ini diawali adanya krisis moneter (krismon) yang memicu anjloknya harga tukar rupiah terhadap dollar yang awalnya Rp. 2000,00 menjadi sekitar Rp. 17.000,00 per dollar US. Para pemuda khususnya kalangan mahasiswa kala itu menembus dan menguasai Gedung DPR-RI dengan teriakan yang bersahut-sahutan untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Imbasnya adalah jatuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto selama 33 tahun. Runtuhnya rezim Orde Baru pada 1998 merupakan awal kembalinya demokrasi di Indonesia yang telah berpuluh tahun dibungkam dan dimatikan oleh rezim yang terkesan otoriter di zaman itu.

Reformasi di Indonesia kala itu semakin geger dengan peristiwa ditembaknya mahasiswa Universitas Trisakti. Setelah presiden kedua RI turun tahta, naiklah BJ Habibie sebagai pemimpin pasca Orde Baru runtuh.

Pertanyaannya, apakah era reformasi sekarang ini diyakini sudah sepenuhnya tercapai? Pada kenyataannya masih jauh dari harapan. Reformasi tak cukup hanya dengan perbaikan pemikiran dan gagasan. Masih banyak ‘PR’ saat ini yang perlu disoroti dan ditindak tegas.

Kondisi birokrasi Indonesia di era reformasi saat ini bisa dikatakan belum menunjukan arah perkembangan yang baik. Hal ini dikarenakan masih banyak ditemukan birokrat yang arogan dan menganggap rakyatlah yang lebih membutuhkannya. Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih banyak terjadi, dan mentalitas birokrat yang masih jauh dari harapan. Maka jelas, reformasi birokrasi harus diwujudkan pemerintah sebagai upaya untuk mewujudkan good governance.

Hadirnya reformasi yang diperoleh dengan semangat menggebu-gebu janganlah hanya usai sampai disitu. Tubuh NKRI ini masih perlu banyak perbaikan. Masih perlu memperjelas tuntutan dan cita-cita pada masa itu untuk bisa diwujudkan saat ini. Selain itu, perlu diingat bahwa apa yang dilakukan para pejuang reformasi merupakan tonggak sejarah perubahan bangsa.

Hadirnya reformasi juga tak bisa terlepas dari peran mahasiswa. Jelas bahwa mahasiswa adalah intelektual muda yang sangat nyata menyuarakan dengan kritis, apabila tindakan pemerintah terlihat tak sesuai dengan kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya. Mahasiswa kala itu menuntut adanya reformasi, salah satunya karena Orde Baru dinilai telah banyak melakukan praktek KKN. Namun, nyatanya hal semacam itu tak dapat dihilangkan begitu saja meski telah sampai di era reformasi ini. Ketika mereka menuntut adanya reformasi dan berkoar-koar anti korupsi serta berkata “Hapuskan KKN!”, namun saat mereka menduduki jabatan penting, mereka lupa akan suaranya dulu yang begitu keras dan tegas, bahkan begitu memalukan ketika kini juga terseret dengan kasus yang sama. Mungkin istilah yang dapat mewakilinya adalah “Memang mudah bicara, namun susah dalam melakukan”.

Mahasiswa kini harus serius akan hal-hal semacam itu, perlu mengerti dan paham pentingnya menjaga komitmen tentang integritas, nilai-nilai moral, dan sikap kontribusi yang tinggi yaitu tak hanya sekedar menuntut hak, namun juga benar-benar melaksanakan kewajiban dan harus diaplikasikan sedini mungkin serta tersistem dalam pikirannya. Sehingga, tercipta perilaku yang bermoral, sikap yang berintegritas, dan menjadi budaya dalam keseharian terkait kejujuran, termasuk menjauh dari tindakan-tindakan koruptif, bahkan ketika menduduki jabatan yang tinggi sekalipun.

Penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan kala itu jangan hanya sebatas ‘wacana’. Terlebih jika melihat masa lalu, sebanyak empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas saat aksi unjuk rasa 19 tahun silam. Mereka adalah Elang Mulia Lermana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hertanto yang tewas ditembak aparat keamanan. Tak ada penjelasan mengenai kasus penembakan kepada empat mahasiswa Trisakti itu. Pemerintah perlu menepati janji akan penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia pada masa lalu. Maka hal ini menunjukkan bahwa reformasi belumlah usai.

Hal senada juga diutarakan salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Trisakti, Hendra. Menurutnya, pemerintahan Jokowi-JK harus bisa menepati janji untuk mengungkapkan kasus pelanggaran HAM berat.

Dari sisi upaya pemberantasan korupsi, salah satu produk perjuangan reformasi kala itu adalah hadirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu sebuah lembaga yang ditakuti para koruptor. Korupsi di Indonesia saat ini yang sudah akut, mengakar, dan menyebar harus diberantas. Untuk bebas dari korupsi, harus ada suatu komitmen, bekerja dengan integritas, serta tidak melanggar kode etik. Mahasiswa harus bisa menjadi motor penggerak dan bergerak bersama masyarakat dalam mengawal korupsi.

Mengenai perjuangan saat ini, seluruh rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa tetap dapat berjuang dengan kritis dan tegas sebagai pengontrol fungsi pemerintah. Siapapun itu, jika memang dinilai bertentangan dengan rasa keadilan maka harus ditindak tegas. Jangan sampai ketidakadilan di bidang hukum, ekonomi maupun politik yang pada zaman Orde Baru yang sempat menyentuh kata “krisis” dan bahkan menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat terulang kembali.

Sejarah adalah guru terbaik dalam memberikan pengetahuan yang bermanfaat untuk lebih baik ke depannya. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam meraih cita-cita reformasi. Sesuai arti kata ‘reformasi’ itu sendiri, semoga terjadi perubahan lebih baik secara drastis untuk perbaikan, baik di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya.

You Might Also Like

0 komentar