Pada kesempatan kali ini. Rubrik “isu kampus” akan membahas tentang praktikum lapang yang diadakan pada jurusan agroteknologi berkaitan dengan sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal). “Praktikum mbayar?? Kan udah ada UKT”, hal ini menimbulkan kontroversi bagi para mahasiswa yang merasakan beratnya biaya UKT. UKT merupakan sistem pembayaran kuliah tiap satu semester yang didalamnya memuat ketentuan bahwa tidak ada lagi biaya untuk membayar seluruh kegiatan akademik selain dari UKT. Namun yang terjadi justru berbeda, praktikum lapang yang diindikasi tidak membutuhkan biaya keluar justru mengeluarkan biaya tambahan. Biaya yang dikeluarkan juga tidak main-main, mencapai ratusan ribu.
Kejadian ini bermula saat mahasiswa disodorkan kuesioner tanpa biaya yang memuat pilihan tempat praktikum lapang. Jika dilihat dari sudut pandang mahasiswa, tentu akan memilih tempat yang baik. Tempat pertama yang dipilih yaitu PT Sang Hyang Seri yang berada di Sukamandi, Subang-Jawa Barat. Karena berkaca dari pengalaman tahun-tahun lalu, yang selalu berkunjung ke PT. Sang Hyang Seri dan didalamnya proyek tidak berjalan selayaknya (vacum) maka setelah dirapatkan kembali oleh perwakilan kelas A, B, C, D dan Paralel terpilihlah PT. East West Indonesia yang berada di Purwakarta. Disepakatinya tempat ini ternyata justru membuat para mahasiswa tertunduk lesu saat dikenakan biaya sebesar Rp 225.000,-.
Meskipun demikian, para rombongan agroteknologi ini tetap berangkat menuju PT. East West Seed Indonesia. Himam (Agroteknologi Paralel 2012) mengemukakan pendapatnya bahwa “Pada dasarnya arah praktikum sudah benar (sesuai tujuan yang ada pada modul/diktat praktikum) tetapi alur UKT tidak jelas sehingga mengecewakan saya". Menurut Ariyanto (Agroteknologi Paralel 2012) “UKT hanya nama belaka, karena UKT tidak berjalan sesuai prosedur dan nyatanya mahasiswa masih diberatkan oleh biaya praktikum lapang. Selain itu, saya berharap pada angkatan 2013 tidak ada lagi pemungutan biaya seberapapun”.
Setiap kali mengalami ketidakadilan, kita merasa sakit hati dan kerohanian kita bisa terganggu. Bisa jadi kita ingin sekali meluruskan situasinya. Mengapa? Antara lain karena Pencipta kita, Allah, yang ”padanya tidak ada ketidakadilan”, menanamkan dalam diri manusia rasa keadilan yang kuat. (Ulangan 32:4; Kejadian 1:26) Namun, ada situasi-situasi yang membuat rasa keadilan kita terusik. Seorang pria yang bijaksana pernah mengatakan, ”Aku kembali untuk melihat semua penindasan yang dilakukan di bawah matahari, dan, lihat! air mata dari orang-orang yang tertindas, tetapi mereka tidak mempunyai penghibur; dan di pihak para penindas mereka ada kekuasaan, sehingga mereka tidak mempunyai penghibur.” (Pengkhotbah 4:1) Kalau begitu, bagaimana kita dapat bertahan menghadapi ketidakadilan?
Ketidakadilan adalah kondisi atau praktek yang melanggar standar keadilan. Apa standar keadilan bagi manusia? Jelaslah, Pencipta kita yang adil-benar dan tidak berubah berhak menetapkan standar untuk apa yang adil dan apa yang tidak adil. Dari sudut pandang-Nya, berjalan menurut ”ketetapan- ketetapan dalam kehidupan” berarti ”tidak melakukan ketidakadilan”. Sebagai contoh, pertimbangkan situasi yang dialami nabi Ibrani bernama Yunus. Allah menugasi dia untuk memberi tahu orang Niniwe tentang malapetaka yang sudah di ambang pintu. Awalnya, Yunus melarikan diri dan tidak menjalankan tugasnya. Namun akhirnya, ia pergi ke Niniwe dan memperingatkan penduduknya tentang malapetaka yang bakal terjadi. Karena mereka menanggapi dengan baik, Allah memutuskan untuk menyelamatkan kota itu beserta penduduknya. Bagaimana perasaan Yunus? ”Bagi Yunus, hal itu sangat tidak menyenangkan, dan kemarahannya berkobar.” (Yunus 4:1) Ia merasa bahwa Allah benar-benar tidak adil.
Bisa jadi Allah mempunyai alasan untuk tidak mengoreksi suatu situasi. Sebagai bagian dari pelatihan Kristen kita, Ia bisa membiarkan kita mengalami ketidakadilan. Tentu saja, 'sehubungan dengan hal-hal yang jahat Allah tidak mencobai siapa pun'. (Yakobus 1:13) Namun, Ia bisa membiarkan suatu situasi berkembang tanpa campur tangan-Nya, dan Ia dapat menguatkan orang-orang yang mau menerima pelatihan demikian. ”Setelah kamu menderita sedikit waktu,” Alkitab meyakinkan kita, ”Allah segala kebaikan hati yang tidak selayaknya diperoleh . . . akan menyelesaikan pelatihanmu, ia akan membuat kamu teguh, ia akan membuat kamu kuat.”—1 Petrus 5:10.
Selain itu, dengan membiarkan suatu ketidakadilan, Allah bisa memberi waktu kepada para pelanggar untuk bertobat. Hanya beberapa minggu setelah Yesus dieksekusi, beberapa orang Yahudi yang mendengarkan nasihat Petrus merasa 'tertikam hatinya'. Mereka menyambut Firman Allah dengan sepenuh hati dan dibaptis.—Kisah 2:36-42.
Tidak soal seberapa banyak waktu diperlukan untuk pulih dari ketidakadilan, kita dapat yakin bahwa Allah tahu bagaimana membantu kita untuk pulih. Dan, Ia pasti mengakhiri ketidakadilan apa pun yang mungkin telah kita alami dalam sistem fasik ini. Selain itu, Ia telah menjanjikan kita pahala akhir, yaitu kehidupan abadi dalam dunia baru yang di dalamnya ”keadilbenaran akan tinggal”.—2 Petrus 3:13.